KREDIT UMKM, MENYESATKAN

Potensi Ekonomi Rakyat

Dalam beberapa tahun terakhir Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bak gadis cantik yang dilirik dan diperebutkan, menjadi primadona. Selalu dilontarkan bahwa sejak krisis ekonomi tahun 1999 telah membuktikan bahwa UMKM tidak hanya mampu bertahan dari badai krisis ini tetapi menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat lapis bawah dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

Pada tahun 1988 UMKM hanya 38 juta unit dan meningkat menjadi 45 juta unit tahun 2005 dan 48 juta unit pada tahun 2007 (Koran Sindo 17 Desember 2007). Bilamana pada tahun 1998 hanya menyerap 57 juta tenaga, pada tahun 2005 menyerap 71 juta tenaga kerja maka pada tahun 2007 telah mampu menyerap sekitar 75 tenaga kerja.

Potensi ini semakin besar dengan keberadaan 140.000 koperasi dengan jumlah anggota 28 juta orang. Dimana anggota koperasi pada umumnya tergolong usaha mikro dan kecil yang menjadi bagian dari UMKM.

Tidaklah berlebihan bilamana pada tahun 2005 lalu digelar di Jakarta International Years of Microfinance yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan muara agar perhatian dunia perbank-an tertuju pada pemberdayaan usaha ini, bersamaan dengan perhatian pemerintah untuk memperkuatnya.

Malah pada akhir tahun lalu pemerintah kembali memberikan dukungannya melalui Lembaga Penjaminan Kredit. Dalam hal ini pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp.1,45 triliun untuk layanan kredit UMKM dengan pola penjaminan ini, dengan suku bunga maksimum 16 % per tahun. Penjaminan kredit bagi UMKM dan Koperasi tertuang dalam Inpres 6 tahun 2007, dengan plafon kredit Rp. 500 juta, imbal jasa penjaminan 1,5 % dari plafon kredit akan menjadi beban APBN.

Dorongan dan kelonggaran bagi kalangan perbank-an untuk menyalurkan kredit kepada usaha ini telah dituangkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan BI No.9/6/2007, pada bulan Maret 2007.

Segmen Primadona Bank
UMKM sebagai gadis cantik menjadi primadona dan semakin menjadi incaran layanan kredit perbankan. Sejumlah bank membukukan laba yang menakjubkan dengan porsi layanan kredit yang semakin besar.

Data Bank Indonesia pada bulan September 2007 menunjukan layanan kredit UMKM meningkat, 472,9 triliun atau 51,7 % dari total kredit yangmencapai Rp. 913,9 triliun. (Sindo,17 Desember 2007).

Berdasarkan data Bank Indonesia per Oktober 2007, kredit kategori UMKM yang diberikan untuk kredit konsumsi Rp 242,57 triliun. Besaran itu mencapai 51 persen dari total kredit UMKM yang jumlah totalnya sebesar Rp 478,74 triliun. Porsi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang sekitar 50 persen.(Kompas, 22 Desember 2007).

BII sebagai bank terbesar keenam mencatatat pertumbuhan kredit 16 % , hingga posisi per September 2007 Rp. 30,4 trilun. Pertumbuhan ini didorong oleh kredit kepada UKM yang naik 34 %, dibanding tahun lalu. Sementara Bank LIPPO mencatat kenaikan layanan kredit 54 % menjadi Rp 16,8 triliun. Pertumbuhan terjadi pada semua segmen dengan penekanan pada UKMKM dan kosumsi. (Kompas 31 Oktober 2007).

Patut dicatat bahwa Bank Mandiri telah menyalurkan kredit UMKM sebesar Rp 16 trilun kepada nasabah UMKM sebanyak 140.000 nasabah. Kredit UMKM ini lebih banyak diserap oleh sector perdagangan.

Sementara BNI targetkan layanan kredit mikro tahun 2008, menjadi Rp 24 triliun, atau tumbuh 40 %. Hingga bulan Oktober 2007 saja telah mencapai 16, 176 triliun. BNI mempunyai komitemen untuk kredit kecil. Tahun 2003 Rp 11,3 triliun, tahun 204, menjadi Rp.12,319 triliun, tahun 2005, minus 1,05 % dan tahun 2006 Rp.13,787 triliun dengan kolektiblitas 90,086 %. (Sindo, 22 Nopember 2007).

Pemahaman Yang Sesat
Dibalik perkembangan positif tersebut, ternyata istilah kredit UMKM Sesat. memetik pernyataan Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM (Kompas 22 Desember 2007). Kenapa ? Karena Sebagian besar pinjaman perbankan yang masuk kategori kredit usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM ternyata disalurkan untuk kredit konsumsi. Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Suryadharma Ali menilai, istilah kredit UMKM di perbankan nasional menyesatkan masyarakat.

Suryadharma Ali menegaskan, terminologi UMKM di perbankan nasional harus diubah. "Jangan pakai lagi istilah kredit UMKM. Perbankan harus jujur, kalau pengucuran kredit itu sebetulnya cuma berupa kartu kredit yang nominalnya Rp 50-an juta," ujar Suryadharma.

Menurut dia, pihaknya sudah mengingatkan publik agar tidak langsung senang dengan catatan besarnya penyaluran kredit UMKM di perbankan nasional. Kenyataannya, kredit konsumsi masih sangat besar.


Pandangan Yang Sama
Suryadharma, selaku Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM mengusulkan agar , data kredit UMKM yang berkonotasi produktif hendaknya dipisahkan dengan kredit konsumtif.

Pemahaman tentang skala UMKM oleh perbank-an dan intansi teknis seperti Kementrian UKM dan Koperasi, Departenen Perindustrian dan Perdagangan, dan pihak lain hingga saat ini masih belum sama. Masing masing pihak mempunyai kriteria tersendiri.

Selanjutnya mungkin kah kita memulai ”data based” UKMK dengan pijakan pemahaman yang sama itu ? Hambatan ego intansi dan lembaga yang selama ini sangat kuat, tidak pada tempatnya dipertahankan

0 comment:

Etiquetas

IP